Berdasarkan fakta sejarah dari dasar wawasan nusantara maka kita sebagai mahasiswa
harus benar benar paham dan mau untuk menjalankan dan mewujudkan dasar hukum wawasan nusantara sesuai dengan tujuan nasional yang
tertera pada Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, karena pada masa kemerdekaan
yang sudah modern ini masih banyak ancaman yang mengancam keutuhan NKRI
Contoh Kasus Sipadan dan Ligitan yang kini telah
menjadi milik Malaysia, menjadi bukti lemahnya bangsa Indonesia memahami konsep
Wawasan Nusantara. Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia semakin hari
semakin berat, maka penerapan dan pemahaman konsep wawasan nusantara sebagai
landasan visional mutlak perlu ditanamkan kembali dalam tatanan kehidupan
masyarakat Indonesia.
Contoh Kasus Ambalat ,Satgas Marinir
Ambalat Akan Bangun Tugu Perbatasan 27 Mei 2012, Nunukan: Satuan tugas Marinir
Ambalat XIV yang saat ini bertugas di Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan
Kalimantan Timur akan membangun Monumen Tugu “Garuda Perkasa” di perbatasan
Indonesia-Malaysia. Tugu ini dimaksudkan untuk mempererat dan memperkokoh
nilai-nilai nasionlaisme dan patriotisme bagi masyarakat di Pulau Sebatik
sebagai wilayah perbatasan antar dua negara, kata Komandan Satgas Marinir
Ambalat XIV Pulau Sebatik, Kapten Marinir Suherman di Sebatik, Sabtu. Monumen
tersebut direncanakan akan dibangun bersama dengan masyarakat wilayah
perbatasan Pulau Sebatik yang dimotori oleh prajurit Marinir TNI Angkatan Laut
(AL). Menurut Suherman untuk sementara ini lokasi pembangunannya direncanakan
berdekatan dengan kantor Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Desa Seberang
Kecamatan Sebatik Utara Kabupaten Nunukan.”Ada dua alternatif untuk menjadi
lokasi pembangunan,” ucapnya. Mengenai penentuan terakhir lokasi pembangunan
tugu ini, akan dirapatkan kembali dengan para unsur musyawarah pimpinan
kecamatan (muspika) pada kedua kecamatan tersebut. Masalah perencanaan ini,
lanjut Suherman, telah dikoordinasikan pula dengan para tokoh masyarakat,
pengusaha di Pulau Sebatik ini berkaitan dengan pendanaannya. Pembangunan tugu
ini merupakan monumental bagi masyarakat wilayah perbatasan di Pulau Sebatik
agar lebih mencintai tanah airnya. Ia mengakui selama bertugas menjaga wilayah
perbatasan Indonesia-Malaysia di Pulau Sebatik, ternyata ketergantungan
masyarakat Sebatik ke Tawau Malaysia sangat tinggi. “Kami ingin menanamkan rasa
cinta tanah air kepada seluruh masyarakat Pulau Sebatik. Karena saya lihat
akibat ketergantungan ekonomi dengan Malaysia sangat tinggi sehingga
dimungkinkan melunturnya rasa nasionalismenya,” katanya. Sumber: ANTARA News
Kaltim
Contoh lainnya , kasus penambangan pasir untuk
wilayah negara lain yang mengakibatkan persoalan batas laut antara
Indonesia dengan Singapura. Penambahan luas wilayah darat secara otomatis akan
menambah klaim wilayah mereka. Maka wilayah laut Indonesia secara otomatis akan
berkurang. Dengan kata lain negara Singapura melakukan ekspansi teritorial
secara tidak langsung terhadap wilayah laut Indonesia. Aktivitas penambangan
pasir laut memiliki banyak dampak negatif. Kerusakan yang muncul salah satunya
adalah perubahan morfologi dasar laut menjadi tidak beraturan. Perubahan itu
secara langsung mengganggu kehidupan biota laut dan lingkungan di dalamnya,
seperti ekosistem dan abrasi.Serta seperti pemberontakan atau
tindakan berusaha memisahkan diri dari Indonesia seperti di Maluku dan Papua,
dan juga bagaimana beberapa pihak yang berusaha mengklaim pulau-pulau terluar
yang ada di perbatasan dengan Negara lain, selain itu usaha penjualan
pulau-pulau kosong di Indonesia juga merupakan ancaman bagi keutuhan
NKRI.
Ancaman dari dalam pun tak kalah banyak.
gangguan dari dalam negeri dapat berupa gerakan separatis, kerusuhan, atau
pertikaian antar kelompok. Rakyat Indonesia yang terdiri dari beragam suku
bangsa dan agama menghadapi perbedaan-perbedaan yang terjadi di antara mereka
sendiri. Jika tidak dikelola dengan baik perbedaan itu akan memicu rasa
ketidakpuasan dan menimbulkan konflik perpecahan sesama rakyat. Kasus
ketidakadilan yang dirasakan masyarakat Papua misalnya bisa menjadi contoh
ancaman dari dalam negeri sendiri. Separatisme atau keinginan memisahkan diri
dari negara kesatuan Republik Indonesia jika tidak diketahui akar
permasalahannya dan ditanggani secepatnya akan membuat keutuhan negara Republik
Indonesia terancam.Sepanjang sejarah perjalanan bangsa Indonesia telah beberapa
kali penberontakan dan kasus separatisme, diantaranya adalah :
1. Pemberontakan
PKI Madiun yang dipimpin oleh Musso
adalah sebuah konflik kekerasan atau situasi chaos yang
terjadi di Jawa Timur bulan September – Desember 1948. Peristiwa ini diawali
dengan diproklamasikannya negara Soviet Republik Indonesia pada tanggal 18
September 1948 di Madiun oleh Muso, seorang tokoh Partai Komunis Indonesia
dengan didukung pula oleh Menteri Pertahanan saat itu, Amir Sarifuddin.Pada
saat itu hingga era Orde Lama peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun (Madiun
Affairs), dan tidak pernah disebut sebagai pemberontakan Partai Komunis
Indonesia (PKI). Baru di era Orde Baru peristiwa ini mulai dinamakan
pemberontakan PKI.
Bersamaan dengan itu terjadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang
ada di Madiun, baik itu tokoh sipil maupun militer di pemerintahan ataupun
tokoh-tokoh masyarakat dan agama.
2. Pemberontakan
PRRI/ Permesata
Penyebab langsung pemberontakan PRRI/Permesta adalah adanya hubungan
yang tidak harmonis antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, terutama
di Sumatra dan Sulawesi mengenai masalah otonomi daerah dan perimbangan keuangan
antara pusat dan daerah. Sikap tidak puas tersebut mendapat dukungan dari
sejumlah perwira militer. Para perwira militer tersebut membentuk dewan daerah
sebagai berikut :
a)
Dewan Banteng, dibentuk tanggal
20 Desember 1956 di Sumatra Barat oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein.
b)
Dewan Gajah, dibentuk tanggal
22 Desember 1956 di Sumatra Utara oleh Kolonel Maludin Simbolon.
c)
Dewan Garuda, dibentuk pada
pertengahan bulan Januari 1957 oleh Letnan Kolonel Barlian.
d)
Dewan Manguni, dibentuk pada
tanggal 17 Pebruari 1957 di Manado oleh Mayor Somba.
pihak-pihak yang tidak puas
tersebut membentuk gerakan untuk menentang pemerintah pusat dimana di wilayah
Sumatra bernama Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan di Indonesia Timur bernama Perjuangan Rakyat Semesta (PERMESTA) yang kemudian digabungkan menjadi PRRI/PERMESTA.
Inilah salah satu contoh kasus dari kurangnya rasa kesatuan dari pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab yang ingin memecah belah persatuan bangsa.
3. Pemberontakan
RMS (Republik Maluku Selatan)
Pemberontakan RMS yang didalangi oleh mantan jaksa agung NIT,
Soumokil bertujuan untuk melepaskan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sebelum diproklamasikannya Republik Maluku Selatan (RMS),
Gubernur Sembilan Serangkai yang beranggotakan pasukan KNIL dan partai Timur
Besar terlebih dahulu melakukan propaganda terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia untuk memisahkan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan RI. Di sisi
lain, dalam menjelang proklamasi RMS, Soumokil telah berhasil mengumpulkan
kekuatan dari masyarakat yang berada di daerah Maluku Tengah. Sementara itu,
sekelompok orang yang menyatakan dukungannya terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia diancam dan dimasukkan ke penjara karena dukungannya terhadap NKRI
dipandang buruk oleh Soumokil. Dan pada tanggal 25 April 1950, para anggota RMS
memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS), dengan J.H Manuhutu
sebagai Presiden dan Albert Wairisal sebagai Perdana Menteri. Para menterinya
terdiri atas Mr.Dr.C.R.S Soumokil, D.j. Gasperz, J. Toule, S.J.H Norimarna, J.B
Pattiradjawane, P.W Lokollo, H.F Pieter, A. Nanlohy, Dr.Th. Pattiradjawane,
Ir.J.A. Manusama, dan Z. Pesuwarissa.
Pada tanggal 27 April 1950 Dr.J.P. Nikijuluw ditunjuk sebagai Wakil
Presiden RMS untuk daerah luar negeri dan berkedudukan di Den Haang, Belanda,
dan pada 3 Mei 1950, Soumokil menggantikan Munuhutu sebagai Presiden Rakyat
Maluku Selatan. Pada tanggal 9 Mei, dibentuk sebuah Angkatan Perang RMS (APRMS)
dan Sersan Mayor KNIL, D.J Samson diangkat sebagai panglima tertinggi di
angkatan perang tersebut. Untuk kepala staf-nya, Soumokil mengangkat sersan
mayor Pattiwale, dan anggota staf lainnya terdiri dari Sersan Mayor Kastanja,
Sersan Mayor Aipassa, dan Sersan Mayor Pieter. Untuk sistem kepangkatannya
mengikuti system dari KNIL.
4. Pemberontakan
G 30 S PKI
Peristiwa G30S/PKI atau biasa disebut dengan Gerakan 30 September
merupakan salah satu peristiwa pemberontakan komunis yang terjadi pada bulan
september sesudah beberapa tahun Indonesia merdeka. Peristiwa G 30 S PKI
terjadi di malam hari tepatnya pada tanggal 30 September tahun 1965. Dalam
sebuah kudeta, setidaknya ada 7 perwira tinggi militer yang terbunuh dalam
peristiwa tersebut.
Partai
Komunis saat itu sedang dalam kondisi yang amat kuat karena mendapatkan
sokongan dari Presiden Indonesia Pertama, Ir. H Soekarno. Tidak heran jika
usaha yang dilakukan oleh segelintir masyarakat demi menjatuhkan Partai Komunis
berakhir dengan kegagalan berkat bantuan Presiden kala itu.
Hingga
sampai saat ini, peristiwa 30S PKI tetap menjadi perdebatan antara benar atau
tidaknya PartaiKomunis Indonesia yang bertanggung jawab dalam peristiwa
tersebut.
5. Pemberontakan
DI/TII, dll
Gerakan ini bertujuan menjadikan Republik Indonesia yang saat itu baru saja diproklamasikan kemerdekaannya
dan ada pada masa perang dengan tentara Kerajaan Belanda
sebagai negara teokrasi
dengan agama Islam
sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya bahwa "Hukum yang berlaku dalam
Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam", lebih jelas lagi dalam
undang-undangnya dinyatakan bahwa "Negara berdasarkan Islam" dan
"Hukum yang tertinggi adalah Al Quran
dan Hadits".
Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegas menyatakan kewajiban negara untuk
membuat undang-undang yang berlandaskan syari'at Islam, dan
penolakan yang keras terhadap ideologi selain Alqur'an dan Hadits Shahih, yang
mereka sebut dengan "hukum kafir", sesuai dalam Qur'aan Surah 5. Al-Maidah, ayat 50.
Pemberontakan DI/TII di Aceh
dimulai pada tanggal 20 September 1953. Dimulai dengan
pernyataan Proklamasi berdirinya Negara Islam Indonesia oleh Daud Beureueh,
proklamasi itu menyatakan diri bahwa Aceh sebagai bagian dari Negara Islam
Indonesia (NII) dibawah kepemimpinan Imam Besar NII Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.Daud
Beureueh adalah seorang pemimpin sipil, agama, dan militer di Aceh pada masa
perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia ketika agresi militer pertama
Belanda pada pertengahan tahun 1947. Sebagai "Gubernur Militer Daerah
Istimewa Aceh" ia berkuasa penuh atas pertahanan daerah Aceh dan menguasai
seluruh aparat pemerintahan baik sipil maupun militer. Peranannya sebagai
seorang tokoh ulama membuat Daud Beureuh tidak sulit memperoleh pengikut. Dalam
persiapan melancarkan gerakan perlawanannya Daud Beureueh telah berhasil mempengaruhi
banyak pejabat-pejabat Pemerintah Aceh, khususnya di daerah Pidie. Pada
masa-masa awal setelah proklamasi NII Aceh dan pengikut-pengikutnya berhasil
mengusai sebagian besar daerah Aceh termasuk beberapa kota.
6. Kasus
GAM (Gerakan Aceh Merdeka)
Gerakan Aceh Merdeka ini muncul akibat ketidakpuasan Aceh terhadap
pemerintah pusat yang di anggap tidak adil di setiap sektor kehidupan di Aceh ,
terutama ekonomi. Hasil alam Aceh dieksploitasi secara besar-besaran namun Aceh
tidak mengalami pembangunan yang setara dengan hasil alamnya yang
melimpah.Sebab lain terjadinya gerakan separatisme GAM di Aceh, di perkuat oleh
dukungan yang datang dari para tokoh Darul Islam (DI) di Aceh yang belum
diselesaikan secara tuntas di era orde lama. Tokoh-tokoh DI/TII yang gagal
melakukan pemberontakan di Aceh, merasa bahwa dukungan mereka kepada GAM akan
dapatmembantu Aceh memperoleh kemerdekaannya sendiri. Munculnya kelompok GAM
ditanggapi oleh pemerintahan orde baru dengan cara yang represif. GAM dipandang
sebagai gerakan pengacau liar sehingga harus dibasmi. Dimasa orde baru, tidak
ada toleransi bagi kaum pemberontak yang dapat menyebabkan instabilitas
politik. Hampir tidak ada kebijakan orba yang mencoba untuk mengintegrasikan
pihak-pihak yang memberontak, bahkan terhadap keluarga mereka sekalipun.
Pendekatan militer menyebabkan terjadinya kekerasan dan pelanggaran HAM di
Aceh, seperti penghilangan orang, pembunuhan, pemerkosaan, dan penculikan.
Sedangkan Hasan Tiro, sebagai ketua kelompok GAM, diasingkan di Swiss dan baru
saja kembali ke tanah air pada tahun 2008 kemarin. Separatisme di Aceh justru
semakin berkembang setelah tindakan represif dari pemerintahan orde baru.
Dengan munculnya generasi baru yang mendukung GAM yang terdiri dari para korban
Daerah Operasi Militer. Generasi ke-2 kelompok GAM ini melakukan eksodus keluar
dan melakukan perjuangan dari luar Aceh, melalui Malaysia, Libya, dan
Jenewa.hal ini sudah sepatutnya kita tanggapi dengan reaksi yang cepat dan
dengan tindakan yang nyata,karena dalam kasus ini sangat berbahaya untuk bangsa
kita,sebab akan menghancurkan rasa kesatuan dan persatuan bangsa dari dalam
Negara kita sendiri.
Itulah
Sebagian Contoh Kasus Ancaman Untuk Bangsa Indonesia,Apabila diri kita(Utamanya
generasi muda) tidak dilandasi oleh Rasa Persatuan dan kesatuan dari Dasar
Hukum Wawasan Nusantara Orang atau suatu suku bangsa akan mudah sekali untuk
melepaskan diri dari bangsa dan wilayah Indonesia bila tidak memiliki
pandangan Wawasan Nusantara. Berbagai kasus di atas mengancam keutuhan
NKRI, karenanya harus ditangani dengan segera, agar Indonesia tetap menjadi
negara yang utuh.
0 komentar:
Posting Komentar